Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerita Pendek

Sepotong Roti dan Maaf Ibu

Gambar
 "Terakhir kali aku makan roti seperti ini ketika kelas satu SD." ucapku dengan mulut penuh melahap roti lapis susu yang disajikan Ibu. "Makanlah sampai kau kenyang. Lalu, tuliskan beberapa bait kata-kata untuk Ibu simpan sebagai kenangan." Aku tak peduli. Aku hanya ingin makan roti sebanyak-banyaknya dan menyisakan sepotong untuk nanti sore. Dengan mulut penuh remah-remah aku bicara,  "Aku ingin berikan sepotong roti ini dan beberapa kata buat Ibu nanti." Iya, itu momentum paling berkesan untuk diriku, di mana hal itu merupakan pengalaman terakhirku memakan roti saat SD. Semua berubah saat Bapak meninggal karena stroke. Setelah peninggalan Bapak, Ibu bekerja keras. Kami selalu mengalami kemiskinan.  Hidup di bawah ambang kemiskinan membuat sarapan harianku tak seindah masa SD dulu, kini setiap paginya Ibu selalu menghadirkan singkong rebus sebagai sarapan favoritku. Meskipun aku selalu tak menyukainya. "Aku ingin makan roti. Biar seperti kawan-kawank

Buku, Hujan dan Pandangan Pertama

Gambar
  Hujan gerimis disertai sendu angin kecil itu datang lagi. Bersamaan saat pertama kali aku mengenal wanita berpayung biru itu. Berambut hitam terurai sampai bahu. Terdapat lesung manis di pipi kirinya. Aku mendapati dirinya sedang berteduh di depan sebuah perpustakaan. Iya. Perpustakaan yang kelak menjadi sebuah hal penting bagiku. Pagi itu, di Bandung. Hujan deras terus membasahi Bandung tanpa jeda sekalipun. Aku, seorang pria pasif pecinta buku, baru saja akan berangkat menuju perpustakaan favoritku. Rintik hujan perlahan terus membasahi sepatu dan payung kecil pemberian nenek. Seperti biasa, aku menyapa sang penjaga perpustakaan dengan ramah, yang kebetulan dia juga merupakan teman SMP ku dulu. "Apakah kau ingin membaca buku lagi?" tanya si penjaga perpustakaan. "Ah, entahlah teman. Aku terlalu sering menghabiskan masa aktifku dengan membaca buku ini terus, dan kurasa itu lebih baik." Kaki melangkah masuk menuju perpustakaan. Tanganku mulai mencari-cari buku bar

Wawa, Kutu Buku ini Mencintaimu

Gambar
 SMA, adalah masa yang sering disebut masa manisnya kehidupan seseorang. Masa yang diisi dengan senda-gurau dan pengenalan cinta pertama yang sesungguhnya. Semua itu sudah aku alami, kecuali masa pengenalan cinta yang tidak begitu baik. Perjalananku justru rapuh dan tak beraturan. Namaku Angga, lebih tepatnya Muhammad Dwi Angga Pratama. Kadangkala, teman-temanku memanggilku Angga atau Dwi. Namun, lebih sering dipanggil Dwi. Aku murid SMA kelas 1. Aku anak tunggal dari pasangan Bapak Maryono dan Ibu Sri. Namun, saat ini aku hanya tinggal dengan bapak. Ibu meninggal dunia sejak aku kelas 3 SMP karena sakit. Kini, aku hanya memiliki satu orang tua saja, yaitu bapak yang paling aku sayangi.  2017, tahun pertamaku masuk ke jenjang SMA. Kehilangan ibu, membuatku menjadi orang yang pendiam, malas bergaul, dan lebih suka membaca buku. Hal ini lah yang membuatku menjadi pribadi yang tak mudah percaya diri dan cenderung tertutup.  Waktu sedang masa orientasi siswa, aku diminta untuk memperkenalk

Kak, Nanti Kita Keliling Kota ya?

Gambar
Aku adalah Rangga, anak pertama yang lahir dari orang tua yang baik. Aku memiliki seorang adik perempuan yang manis. Senyumnya manis dan anak yang periang. Andini namanya. Mungkin karena terlalu panjang, keluarga kami dengan akrab memanggilnya Dini. Kami berasal dari keluarga yang bisa dikatakan menengah ke atas.  Ibuku merupakan salah satu pemilik toko butik di daerah Semarang. Sedangkan, ayahku menjabat sebagai CEO suatu perusahaan swasta di Jakarta. Ya, begitulah keadaannya. Aku dan Dini dikenal sebagai anak yang ceria serta menggemaskan. Dari kekayaan harta yang dimiliki keluarga kami, aku dan Dini hidup dengan bahagia serta dikelilingi sejumlah harta yang luar biasa banyak. Aku harap semua harta itu bisa menjamin keharmonisan keluarga kami.  Meskipun lahir dari keluarga kaya, aku dan Dini cukup kurang untuk menerima kasih sayang orang tua langsung, sebab mereka hanya terus bekerja. Kami diasuh oleh pembantu di rumah. Karena lokasi Ayah bekerja sangat jauh dari tempat tinggal kami,